Kehidupan di Madinah semakin stabil. Perekonomian 
berjalan lancar. Muhammad perlu menjaga ketenangan tersebut. Maka ia pun 
membangun kekuatan tempur. Beberapa ekspedisi militer dilakukan. Diantaranya 
dengan mengirim ekspedisi ke wilayah Ish, tepi Laut Merah yang dikomandani 
Hamzah. Pasukan ini nyaris bentrok dengan pasukan Abu Jahal. Pasukan Ubaidah bin 
Harith yang dikirim ke Wadi Rabigh - Hijaz-berpapasan dengan tentara Abu Sofyan. 
Pasukan Saad bin Abi Waqash pun berpatroli ke Hijaz. 
Muhammad bahkan 
memimpin sendiri milisi Muslim. Itu dilakukannya setelah setahun di Madinah. 
Mula-mula ia pergi ke Abwa dan Wadan. Kedua, ia memimpin 200 pasukan ke Buwat. 
Ketiga, Muhammad pergi ke 'Usyaira di mana ia tinggal selama bulan Jumadil Awal 
hingga awal Jumadil Akhir. Saat Rasul pergi, kepemimpinan di Madinah diserahkan 
pada Saad bin Ubada, dan kemudian Abu Salama bin Abdul As'ad. Hasil misi 
tersebut adalah kesepakatan persekutuan dengan Bani Dzamra dan Bani Mudlij. Hal 
ini memperkuat posisi Madinah dalam berperang dengan Mekah. 
Namun 
bentrok tak terhidarkan. Pasukan Kurz bin Jabir dari Mekah menyerang pinggiran 
Madinah, merampas kambing dan unta. Muhammad -setelah menyerahkan kepemimpinan 
di Madinah-- memimpin sendiri pasukan mengejar Kurz. Banyak yang menyebut 
peristiwa ini sebagai Perang Badar pertama. Kemudian pasukan Muslim pimpinan 
Abdullah bin Jahsy bentrok dengan rombongan Qurais pimpinan Amr bin Hadzrami. 
Amr tewas terpanah oleh Waqid bin Abdullah Attamimi. Dua orang Qurais tertawan.  
Setelah itu, Muhammad dan pasukan pergi ke Badar untuk memotong jalur 
perdagangan Mekah dan Syam. Abu Sofyan, pemimpin kafilah yang hendak pulang dari 
Syam, mengirim kurir minta bantuan penduduk Mekah. Abu Jahal segera memobilisasi 
bantuan itu. 
Pada hari kedelapan bulan Ramadhan, tahun kedua hijriah, 
pasukan Muslim bergerak. Setiap tiga atau empat orang menggunakan satu unta, 
naik bergantian. Tanpa kecuali Muhammad yang bergantian dengan Ali serta Marthad 
bin Marthad. Rombongan berjumlah 305 orang. Mereka terdiri dari 83 muhajirin, 61 
orang Aus, yang lain orang Khazraj. Pimpinan kota Madinah diserahkan pada Abu 
Lubaba, sedang imam masjid pada Amr bin Ummu Maktum. 
Siasat segera 
dibangun. Mulai dari posisi pasukan hingga mengukur kekuatan lawan. Muhammad 
semula menetapkan posisi di suatu tempat. Sahabatnya, Hubab, bertanya apakah 
posisi itu merupakan petunjuk dari Allah? Setelah dijawab "bukan", Hubab 
menyarankan suatu strategi. Yakni memilih posisi di ujung depan, sehingga 
sumur-sumur berada di belakangnya. Dengan demikian, kaum Qurais berperang tanpa 
akses air. Sedangkan muslim punya banyak cadangan air. 
Selain itu, Saad 
bin Mudhab juga membangun gubuk sebagai pos bagi Muhammad untuk memberikan 
komando. Ia keberatan bila Rasul berada di garis depan. Dengan demikian, jika 
pasukan Muslim kalah, Muhammad tak dapat ditawan lawan, melainkan dapat segera 
mengorganisasikan pasukan baru yang tinggal di Madinah. Rasul juga menaksir 
jumlah kekuatan lawan dari banyaknya unta yang dipotong. Dengan 9-10 unta 
dipotong setiap hari, berarti kekuatan lawan sekitar 1000 orang. 
Beberapa kaum Qurais sempat berpikir untuk menghindari perang. 
Bagaimanapun antara mereka mempunyai hubungan kekerabatan. Namun Abu Jahal 
berkeras. Aswad bin Abdul Asad lalu menerjang maju, dan langsung tersungkur oleh 
pedang Hamzah. Kemudian dua bersaudara Uthba' dan Syaiba bin Rabia, serta Walid 
anak Uthba maju bersama yang segera disongsong Hamzah, Ali dan Ubaida bin 
Harith. Ketiga penyerang itu tewas. 
Serentak pertempuran berlangsung di 
semua lini. Bilal bin Rabah menewaskan bekas tuannya, Umayya. Abu Jahal tewas di 
tangan Mu'adh. Perang berkecamuk persis pada tanggal 17 di tengah terik bulan 
Ramadhan. Qurais kalah besar. Beberapa orang ditawan. Rasul memerintahkan 
eksekusi langsung pada dua orang yang dikenal sangat sering menjelek-jelekkan 
Islam, Nadzr bin Harith dan Uqba anak Abi Muait. 
Sempat terjadi 
perdebatan di kalangan muslim. Abu Bakar yang dikenal lemah lembut, meminta agar 
tawanan ditahan secara wajar sampai kaum Qurais -sesuai tradisi masa 
itu-menebusnya. Umar yang tegas minta agar semua tawanan dibunuh. Rasul 
memutuskan yang pertama. 
Mereka yang berasal dari keluarga kaya, harus 
membayar mahal tebusan. Sedangkan yang miskin dapat dibebaskan tanpa membayar 
apapun. Zainab -putri Muhammad yang tinggal di Mekah-membebaskan suaminya, Zaid 
bin Haritsa dengan cincin peninggalan Khadijah. Zaid dibebaskan namun diminta 
menceraikan Zainab. Suatu saat Zaid kembali ditawan muslim di Madinah, ia lalu 
masuk Islam dan kembali menikah dengan Zainab. 
Suasana di Mekah sangat 
muram. Abu Lahab, sepulang perang, kemudiam demam sampai ia meninggal. Namun 
Hindun bin Uthba -istri Abu Sufyan-justru menggalang kembali kekuatan. Ia 
bersumpah akan membalas dendam kematian ayah, paman serta saudara di perang itu. 
Ia buktikan sumpahnya dalam Perang Uhud. 
Adapun di Madinah, di saat 
Rasul dan pasukannya pergi ke Badar, ketegangan mencuat antara Muslim dengan 
Yahudi. Seorang Yahudi, Ka'ab diketahui memprovokasi kalangannya agar mengganggu 
para perempuan muslim. Puncaknya adalah ketika Yahudi mengait baju perempuan 
Muslim hingga kainnya tersingkap. Mereka ramai-ramai menertawakan perempuan itu. 
Seorang muslim mencabut pedangnya dan membunuh laki-laki Yahudi itu. Ia kemudian 
juga dibunuh. Ka'ab kemudian dibunuh oleh orang-orang Islam. Demikian juga dua 
orang Yahudi yang selalu mengata-ngatai Islam, Abu Afak dan Ashma. 
Setelah Rasul kembali ke Madinah, Yahudi Bani Qainuqa pembuat onar dan 
melanggar kesepakatan damai itu mereka kucilkan. Kabilah tersebut kemudian 
pindah ke Adhriat -ke arah Yerusalem. Untuk sementara, kehidupan Madinah kembali 
tenang
 
0 komentar:
Posting Komentar