Lima belas hari Muhammad berada di Mekah. Segala
sesuatunya tampak berjalan lancar. Tapi, belum. Penyerahan warga Mekah tak
diikuti masyarakat di sekitarnya. Orang-orang Hawazin dan Thaqif yang mendiami
daerah yang lebih subur ketimbang Mekah, justru mengangkat senjata. Seorang
pemuda berkharisma, Malik anak Auf, mengumpulkan seluruh kabilah yang ada.
Laki-laki, perempuan, anak-anak bahkan seluruh ternak dikumpulkannya di
dataran Autas. Hawa perang dikobar-kobarkannya. Hal demikian sempat dikritik
oleh seorang pejuang tua, Duraid. Namun semangat perang Malik tetap menggelegak.
Tak ada satupun orang di lingkungannya yang mampu menahan kobaran semangat itu.
Muhammad telah mendengar ancaman dari Malik. Ia lalu mengumpulkan
pasukannya. Kini mereka bukan hanya pasukan dari Madinah ditambah berbagai
kabilah yang telah bergabung. Mereka diperkuat pula oleh tentara Qurais. Abu
Sufyan, yang baru menyerah pada Muhammad, ikut serta di dalamnya. Mereka
kemudian bergerak ke lembah Hunain. Jumlah pasukan itu ditaksir sekitar 12 ribu.
Saat itu, tampaknya pasukan Muslim terlampau percaya diri. Berhasil
menaklukkan Mekah dengan mudah, membuat mereka kurang bersiaga pada jebakan
lawan. Mereka berhasil memasuki lembah Hunain dengan aman, dan kini menyusur ke
arah bawah menuju wadi di Tihama. Ketika fajar belum lagi merekah, tiba-tiba
pasukan Malik bin Auf menghujani mereka dengan anak panah dari lereng-lereng
bukit. Pasukan muslim berlarian menyelamatkan diri.
Orang-orang Qurais
yang mengikuti ajaran Muhammad dengan setengah hati tertawa terkekeh-kekeh
melihat kejadian tersebut. Mereka senang melihat orang-orang Madinah kena
musibah. "Mereka tak akan berhenti lari sebelum sampai ke laut," Abu Sufyan.
Muhammad pun meneriaki pasukannya untuk berhenti. "Mau ke mana kalian?
Mau ke mana?" seru Muhammad. Abbas yang bersuara lantang pun memanggil-manggil
mereka. Suaranya bergema ke lembah-lembah perbukitan itu. "Marilah
saudara-saudara, Muhammad masih hidup," serunya. Baru beberapa saat kemudian
mereka kembali lagi. Pasukan pun diatur kembali.
Orang-orang Hawazin
telah keluar dari tempat persembunyiannya untuk mengejar pasukan Muslim.
Sebaliknya, pasukan Islam juga telah diorganisasikan kembali. Maka, pagi itu,
perang pun pecah tanpa terelakkan lagi. Kali ini Hawazin kalah total. Mereka
berlarian dengan meninggalkan 22 ribu unta dan 40 ribu kambing. Malik bin Auf
lolos dalam peperangan ini. Ia mundur bersama orang-orang Hawazin, namun
kemudian berbelok ke Ta'if, yang menjadi benteng orang-orang Thaqif.
Ta'if adalah tempat Muhammad pernah hijrah namun mendapat lemparan batu.
Di tempat ini pula terdapat berhala yang sangat dipuja masyarakat Arab, setelah
berhala-berhala di sekitar ka'bah. Muhammad lalu mengarahkan pasukannya untuk
mengepung kota tersebut. Namun benteng Ta'if terlalu kuat. Beberapa orang Islam
bahkan gugur terkena sambaran anak panah. Rasul kemudian memindahkan markasnya
ke tempat yang tak dapat dijangkau dengan anak panah. Di sana Rasul mendirikan
dua kemah merah, dan ia bersembahyang diantaranya. Di tempat tersebut kini
berdiri masjid Ta'if.
Kepungan tak meruntuhkan Ta'if. Padahal, masa itu,
Muhammad telah menggunakan beberapa teknik baru. Antara lain serangan dengan
pelontar batu yang disebut 'manjaniq'. Dari beberapa orang Ta'if yang melarikan
diri, Rasul tahu bahwa persediaan makanan di dalam benteng masih sangat banyak.
Artinya, perlu waktu yang sangat lama untuk mengepung kota tersebut. Sementara
itu, pasukan Islam mulai lelah. Apalagi, bulan suci mulai menjelang. Bulan yang
di masa terdahulu maupun di masa Islam tak diizinkan sama sekali untuk
berperang.
Rasul pun menarik pasukannya dari Ta'if. Pasukan itu bergerak
menuju wilayah kaum Hawazin, dan meminta kabilah tersebut untuk menyerah.
Masyarakat Hawazin menuntut Muhammad agar membebaskan para tawanan perang.
Muhammad meluluskan permintaan itu. Pada mereka, Muhammad bahkan berpesan bahwa
seandainya Malik bin Auf dan keluarganya menyerahkan diri dan bersedia memeluk
Islam, ia akan mengembalikan harta mereka dan malah akan memberinya seratus
unta. Di sini Muhammad menggunakan pendekatan baru, yakni merangkul musuh, untuk
menyebarkan kebesaran Islam.
Namun tawaran Muhammad pada orang-orang
Hawazin ini meresahkan pengikutnya sendiri, baik orang-orang Anshar maupun
Muhajirin. Tak pernah mereka mendapatkan harta pampasan perang sebanyak kali
ini. Mereka berharap akan mendapatkan bagian yang sangat besar dari pampasan
tersebut. Janji Muhammad pada orang-orang Hawazin memupuskan harapan itu.
Namun Muhammad teguh pada sikapnya. Dengan sabar ia bicara pada para
sahabatnya. Rasul menunjukkan bahwa tujuan perjuangannya selama ini bukanlah
untuk menjadi kaya, melainkan untuk menyebarkan kebenaran. Para sahabat dapat
memahami prinsip tersebut.
Dari Ji'rana di sebelah tenggara Mekah, Rasul
pun berangkat untuk menunaikan ibadah umrah. Usai umrah, Muhammad menunjuk Attab
bin Asid dan Mu'adh bin Jabal untuk tetap tinggal di Mekah. Keduanya ditugasi
untuk mengajarkan Quran serta nilai-nilai Islam secara menyeluruh pada kaum
Qurais. Muhammad dan rombongan besarnya lalu kembali ke Madinah.
0 komentar:
Posting Komentar