Menyemir rambut bukanlah hal yang baru dalam dunia Islam, bahkan pada masa Rasulullah SAW semir rambut telah dibahas dan Rasulullah telah memberi petunjuk dalam hadist dan sunnahnya. Lebih alnjut, dalam keterangan berikut kami sajikan beberapa versi dari tulisan-tulisan yang membahas mengenai boleh-tidaknya menyemir rambut, diantaranya adalah:
- Pendapat Pertama
Menyemir rambut, tidak hanya sekarang saja dipersoalkan orang, tetapi sejak zaman Rasulullah pun sudah menjadi pembicaraan.
Menurut suatu riwayat, para ahli kitab baik Yahudi maupun Nasrani, mereka tidak mau menyemir rambut dan mengubah warnanya, karena orang yang memperindah dan menghias diri bisa melupakan apengabdiannya kepada Tuhan dan bahkan meninggakan agamanya.
Rasulullah melarang umat Islam mengikuti tata cara mereka, penampilan pribadi umat Islam tidak boleh sama dengan umat lainnya dalam hal-hal yang bersifat lahiriyah, seperti cara berpakaian, minuman yang menjadi kebiasaan dan gaya hidup mereka. Sebab, kalau sudah mulai meniru mengenai hal0hal yang bersifat lahiriyah, maka lambat laun akan meniru hal-hal yang bersifat batiniyah (sikap, mental, kepercayaan).
Oleh sebab itu, identitas umat islam supaya berbeda dengan umat lainnya, yang terlibat dalam kepribadiannya yang lahiriyah, sebagai akibat dari ajaran agama yang dianut.
Hal ini juga berarti, bahwa penghayatan aqidah Islam, pelaksanaan ibadah, akhlak, mu’amalat dan tradisi-tradisi, tidak boleh serupa dengan umat lainnya, dengan tujuan untuk memurnikan pengamalan ajaran Islam dan menjauhkan umat islam dari nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai ajaran islam.
Dalam rangka usaha pembentukan identitas umat islam dan pembinaan kepribadiannya, maka pada tahap awal setelah Nabi hijrah ke Madinah, beliau membentuk umat Islam dengan tradisi-tradisi (ajaran) yang khas. Di antaranya adalah menyemir rambut, Nabi bersabda:
ان اليهود والنصارى لا يصبغون فخالفوهم
“Sesungguhnya orang Yahudi dan Nasrani tidak menyemir (mengecat) rambut mereka. Karena itu, hendaklah kamu berbeda dengan mereka (mengecat rambut). (HR. Bukhari).
Berlandaskan kepada hadist ini, maka sebagian sahabat seperti Abu Bakar dan Umar menyemir rambutnya, sedangkan yang lainnya tidak, seperti Ali bin Abi Thalib, Ubai bin Ka’ab dan Anas.
Berdasarkan hadist di atas dan amalan sahabat, maka sebagian besar fuqaha membolehkan menyemir rambut.
Menurut Mahmud Syaltut, Islam tidak menganjurkan dan tidak pula melarang umat Islam menyemir rambutnya. Demikian warnanya tidak ditentukan, dan diberi kebebasan kepada masing-masing orang, sesuai dengan usia dan selera.
Untuk diketahui, bahwa di antara ulama yang membolehkan rambut disemir dengan warna hitam adalah Sa’ad bin Abi Waqash, Uqbah bin Amir, Hasan, Husin dan Jarir. Sedangkan ulama yang lain tidak menyetujuinya kecuali dalam keadaan peperangan, supaya musuh takut, karena dalam penglihatan mereka, tentara islam semuanya muda-muda.
- Pendapat kedua (Bahtsul Masail Pondok Pesantren Sidogiri)
Menyemir rambut dengan warna hitam merupakan perbuatan maksiat, sebagaimana pendapat yang dipilih oleh Imam an-Nawawi. Dasarnya adalah Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud:
يَكُونُ قَوْمٌ يَخْضِبُوْنَ فِي اخِرِالزَّمَانِ بِاالسَّوَادِكَحَوَاصِلِ الْحَمَامِ لَايَرِيْحُونَ رَائِحَةَ الْجَنَّة
Di akhir zaman akan datang sebuah kelompok masyarakat yang mengecat rambutnya dengan warna hitam, seperti (warna hitamnya) kantong makanan burung merpati. Mereka tidak akan merasakan bau harumnya surga. (HR Abu Dawud).
Karena itu orang yang terus melakukannya bisa divonis fasik. Orang fasik makruh menjadi imam salat, tapi bermakmum kepadanya masih dihukumi sah.
Keterangan lebih lanjut lihat Fathul Bârî, VI/499; Asnal-Mathâlib, III/289
C. Pendapat ketiga (Fatwa Qardhawi)
Termasuk dalam masalah perhiasan, yaitu menyemir rambut kepala atau jenggot yang sudah beruban.
Sehubungan dengan masalah ini ada satu riwayat yang menerangkan, bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak memperkenankan menyemir rambut dan merombaknya, dengan suatu anggapan bahwa berhias dan mempercantik diri itu dapat menghilangkan arti beribadah dan beragama, seperti yang dikerjakan oleh para rahib dan ahli-ahli Zuhud yang berlebih-lebihan itu. Namun Rasulullah s.a.w. melarang taqlid pada suatu kaum dan mengikuti jejak mereka, agar selamanya kepribadian umat Islam itu berbeda, lahir dan batin. Untuk itulah maka dalam hadisnya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah s.a.w. mengatakan:
"Sesungguhnya orang-orang Yahudi tidak mau menyemir rambut, karena itu berbedalah kamu dengan mereka." (Riwayat Bukhari)
Perintah di sini mengandung arti sunnat, sebagaimana biasa dikerjakan oleh para sahabat, misalnya Abubakar dan Umar. Sedang yang lain tidak melakukannya, seperti Ali, Ubai bin Kaab dan Anas.
Tetapi warna apakah semir yang dibolehkan itu? Dengan warna hitam dan yang lainkah atau harus menjauhi warna hitam? Namun yang jelas, bagi orang yang sudah tua, ubannya sudah merata baik di kepalanya ataupun jenggotnya, tidak layak menyemir dengan warna hitam. Oleh karena itu tatkala Abubakar membawa ayahnya Abu Kuhafah ke hadapan Nabi pada hari penaklukan Makkah, sedang Nabi melihat rambutnya bagaikan pohon tsaghamah yang serba putih buahnya maupun bunganya.
Untuk itu, maka bersabdalah Nabi:
"Ubahlah ini (uban) tetapi jauhilah warna hitam." (Riwayat Muslim)
Adapun orang yang tidak seumur dengan Abu Kuhafah (yakni belum begitu tua), tidaklah berdosa apabila menyemir rambutnya itu dengan warna hitam. Dalam hal ini az-Zuhri pernah berkata: "Kami menyemir rambut dengan warna hitam apabila wajah masih nampak muda, tetapi kalau wajah sudah mengerut dan gigi pun telah goyah, kami tinggalkan warna hitam tersebut."
Termasuk yang membolehkan menyemir dengan warna hitam ini ialah segolongan dari ulama salaf termasuk para sahabat, seperti: Saad bin Abu Waqqash, Uqbah bin Amir, Hasan, Husen, Jarir dan lain-lain.
Sedang dari kalangan para ulama ada yang berpendapat tidak boleh warna hitam kecuali dalam keadaan perang supaya dapat menakutkan musuh, kalau mereka melihat tentara-tentara Islam semuanya masih nampak muda.
Dan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dzar mengatakan:
"Sebaik-baik bahan yang dipakai untuk menyemir uban ialah pohon inai dan katam." (Riwayat Tarmizi dan Ashabussunan)
Inai berwarna merah, sedang katam sebuah pohon yang tumbuh di zaman Rasulullah s.a.w. yang mengeluarkan zat berwarna hitam kemerah-merahan.
Anas bin Malik meriwayatkan, bahwa Abubakar menyemir rambutnya dengan inai dan katam, sedang Umar hanya dengan inai saja.[3]
D. Kesimpulan
Setelah menelaah beberapa pendapat dari tulisan-tulisan yang berbeda maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Menyemir rambut hukumnya adalah mubah.
2. Menyemir rambut dengan warna hitam diperbolehkan bagi yang berusia muda tetapi warna rambut sudah beruban, guna menunjukkan bahwa dirinya memang masih muda dan tidak layak beruban.
3. Menyemir rambut dengan warna hitam diperbolehkan jika dalam keadaan perang secara face to face seperti yang terjadi di zaman Rasulullah, guna menakuti musuh karena ternyata para prajuritnya masih muda.
4. Menyemir rambut dengan warna hitam dilarang bagi orang tua yang rambutnya sudah memutih, karena hal tersebut akan menjadi penipuan bagi orang di sekelilingnya.
5. Menyemir rambut dengan warna selain hitam diperbolehkan bagi orang tua yang berambut putih, guna menutupi ubannya.
ok
BalasHapus